Diduga Marak Jual Beli Buku Paket, DPRD Tangsel Akan Tinjau Ulang Perwal No.36/2009 yang disinyalir menyimpang peraturan perundang-undangan.

Spread the love

Jurnalline.com, Tangerang –  Berbagai pemberitaan di media online, cetak maupun tabloit terkait adanya dugaan jual beli buku oleh pihak sekolah melalui oknum komite sekolah di Sekolah Dasar Negeri wilayah Tangerang Selatan (Tangsel), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangsel angkat bicara. DPRD rencananya akan meninjau kembali Peraturan Walikota (Perwal) nomor 36 tahun 2009, tentang Sumbangan Masyarakat dan Komite Sekolah yang di nilai telah  melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 tahun 2010 tentang Komite Sekolah.

Ketua DPRD Tangsel, H. M Ramli ditemui team  wartawan dikediamannya, mengatakan pihaknya akan meninjau ulang Perwal Kota Tangsel nomor 36 tahun 2009 tentang Sumbangan Masyarakat dan Komite Sekolah, baik di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). “Dewan secepatnya akan meninjau Perwal tersebut. Karena, banyaknya para Kepala Sekolah yang berlindung di balik Komite Sekolah dan paguyuban wali murid,” ujarnya.

whatsapp-image-2016-10-15-at-01-10-11Maraknya penjualan buku di sejumlah sekolah yang berada di tangsel karena ada beberapa faktor yaitu diantaranya akibat lambatnya pengadaan dan pengiriman buku paket gratis dari pemerintah ke sekolah. Padahal seharusnya buku paket itu sudah harus diterima pihak sekolah.

Buku paket mata pelajaran yang bersifat gratis itu sebelumnya sudah didanai oleh Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) Kota Tangsel &Pemerintah Pusat, Namun Ramli tidak menyebutkan berapa jumlah anggaran untuk buku paket tersebut.

Pria yang kerap disapa Abi itu menambahkan, keterlambatan pendistribusi buku paket khususnya untuk Sekolah Dasar (SD) di Tangsel disebabkan karena waktunya tidak bersamaan dengan APBD dan tahun ajaran baru.

whatsapp-image-2016-10-14-at-17-00-28Sebelumnya diketahui komite sekolah  dan paguyuban wali murid sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Pondok Kacang Barat Kecamatan Pondok Aren Kota Tangsel diduga memperjual belikan buku paket. Komite Sekolah dan paguyuban secara inisiatif kolektif  membeli buku paket dari luar sekolah sebagai refrensi Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM) di sekolah sebesar Rp.337 ribu. Namun dugaan jual beli buku paket itu dibantah oleh perwakilan komite, paguyuban dan pihak sekolah. Ketua Komite SDN 03 Pondok Kacang Barat Muhidin, menegaskan kalau pihaknya tidak memperjualbelikan buku paket ke wali murid saat dikonformasi oleh awak.media,belum lama ini.

Pihaknya hanya dititipkan untuk membeli buku paket dan atas kesepakatan paguyuban wali murid. Inisiatif itu diambil karena semata-mata untuk kebutuhan kegiatan belajar mengajar (KBM). Pasalnya hingga saat ini, siswa yang ada di sekolah itu belum memiliki buku paket. Terlebih buku paket gratis dari pemerintah.

“Ini adalah hasil kesepakatan dari komite, paguyuban dan para orang tua wali murid dengan cara titip beli dan juga tidak dipaksakan harus membeli. Kami tidak menjual buku.” jelasnya mengikuti perkataan komite sekolah.

Praktisi /Penasehat Hukum LBH AWDI, Redi Darmana, SH., mengutarakan bahwa Larangan dan Pengawasan dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan ini juga terdapat ketentuan tentang larangan dan pengawasan. Kegiatan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah? Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang:

Menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di satuan pendidikan; mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung; mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung; dan/atau melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung atau tidak langsung.

Larangan ini harus dimaknai sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari kemungkinan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ikut-ikutan menumbuhsuburkan praktik korupsi dan KKN dalam pelaksanaan peran dan tugasnya untuk meningkatkan layanan pendidikan. Jangan sampai terjadi karena dengan alasan untuk melaksanakan peran dan tugasnya, lalu Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga melakukan cara-cara yang penuh nuansa koruptif dan KKN tersebut.

Malahan, kita memperhatikan bahwa Dewan Pendidikan lebih diposisikan sebagai agen pengawasan yang andal. Oleh karena itu Pasal 199 (1) menyebutkan bahwa: ”Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah”. Bahkan, pengawasan itu meliputi dua aspek penting, yakni pengawasan administratif dan pengawasan dari segi teknis edukatif yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

Sudah barang tentu, pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bukanlah sebagai pengawasan fungsional, sebagaimana yang harus dilakukan oleh BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, maupun pengawas fungsional yang lain di tingkat daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Penididkan dan Komite Sekolah adalah jenis pangawasan sosial atau masyarakat. Namun demikian, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bisa saja meminta kepada lembaga independent auditor untuk membantu tugas Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, atas nama wadah peran serta masyarakat, tuturnya dengan keras, Jumat malam(14/10).

(Nur &Die 007)

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.