Jurnalline.com, TANGSEL – Kesenian khas budaya Betawi yang lebih dikenal dengan sebutan lenong Betawi, nasibnya mulai kurang diminati oleh masyarakat.
Hal mutlak yang menjadi faktor karena financialnya tergolong agak mahal. Dari hiburan modern telah mendominasi di segala lini, mulai dangdut Pantura, orgen tunggal dan layar tancap. Pelaku kesenian lenong yang yang sudah bergelut dari tahun 1970 mulai mengeluhkan tentang nasibnya di dunia hiburan.
Dalam hal ini Ade radika mengatakan kepada beberapa awak media bahwa bergesernya dunia hiburan adalah faktor finansial dan tempatnya.
“Saat ini masyarakat cenderung menilai bahwa lenong Betawi adalah kesenian mahal harga dibandrol 20 jutaan untuk sekali tampil, itupun jika ada penambahan bintang tamu yang mempunyai nama besar di lenong mungkin sampai 50-60 jutaan. Dan imagenya hanya sebagai tontonan orang tua sedang para remaja kurang minat serta menikmati buadaya lenong. Kemudian belum lagi masalah tempat, karena kesenian lenong betawi ini memerlukan tempat atau panggung yang sangat besar, “katanya.
Sementara itu Puji Wahyono yang mewakili Laskar Betawi mengaku prihatin tentang nasib para pelaku seni lenong Betawi.
“Saya sangat prihatin dengan kondisi saat ini, ketika seni di nilai dari kemampuan finansial, kami akan mendorong dan mencetak bibit baru pelaku dagelan lenong betawi ini dari kaum muda, karena bagaimana mau di minati kalo pelaku seninya hanya dari orang tua, ” kata puji panglima laskar betawi. Senin (20/02/2017).
Puji menambahkan bahwa menurutnya seni lenong Betawi ini dahulu merupakan pengembangan pecahan dari seni tari cokek dari berbagai wilayah.
“Lenong Betawi ini merupakan kesenian gabungan dari seni cokek yang juga menggunakan alat musik yang sama yaitu gambang kromong, bahkan orang tua dulu bisa menikmatinya dengan berdansa dan bergoyang bersama, selain itu seni cokek ini merupakan gabungan dari budaya Tionghoa, Sunda dan juga Betawi,” Tutup puji.
( Tb./Nur.s )
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media