Kasus Penyegelan Kantor PWI Sulsel Diambil Alih oleh PWI Pusat

Spread the love

Jurnalline.com, MANADO – Pengurus PWI Pusat, Jumat (10/6/2022) memanggil pengurus PWI Sulsel untuk didengar keterangannya terkait kasus penyegelan Gedung PWI Sulsel oleh Satpol PP di provinsi itu.

Penyegelan gedung terjadi 26 Mei 2022 lalu. Seluruh ruangannya tidak bisa digunakan bekerja karena selain dipasangin papan informasi penyegelan, akses masuk juga dipagari kawat berduri.

Rapat dengan Pengurus PWI Sulsel dipimpin
Ketua PWI Pusat Atal Depari, didampingi Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang, dan Ketua Dewan Panasehat Fachry Mohammad. Hadir Pengurus PWI Pusat lainnya, DR Suprapto, Raja Pane, Mirza Suhadi, Abdul Azis, dan Zulkifli Gani Otto. Sedangkan Pengurus PWI Sulsel dipimpin Ketua Agus Alwi Hamu dan beberapa pengurus jajarannya.

Agus Alwi Hamu, menjelaskan duduk perkara penyegelan kantor PWI Sulsel dan upayanya untuk membuka dialog dengan Gubernur serta pihak DPRD Sulsel. Namun, sejauh ini belum membuahkan hasil.

Berdasar SK Gubernur tahun 1997,
Kantor PWI Sulsel di Jalan A. Pettarani 31, Makassar, memiliki riwayat panjang yang dibangun khusus oleh Pemprov untuk ditempati Wadah Hirarki PWI Sulsel.

Gedung yang berdiri di atas lahan milik Pemprov. Bangunan dan lahan merupakan hasil
Ruislag ( tukar menukar ) dengan gedung kantor Pemprov Sulsel di Jalan Penghibur No 1, Makassar, yang ditempati PWI Sulsel pada tahun 1968.

Dasar hukum kantor PWI Sulsel sekarang adalah SK Gubernur 371 tahun 1997 ditandatangani oleh Gubernur Sulsel Zainal Basri Palaguna, yang memberikan hak pemanfaatannya kepada PWI Sulsel dengan status pinjam pakai.

Setelah mendengar duduk permasalahan dari Agus Alwi Hamu dan kawan-kawan, masukan, saran-saran dari pengurus PWI Pusat, serta diskusi yang berkembang dalam rapat, Ketua PWI Pusat Atal Depari akhirnya memutuskan Pengurus PWI Pusat mengambil alih permasalahan kantor PWI Sulsel tersebut.
“Kami masih menganggap yang terjadi hanya kesalahpahaman, Karena itu PWI Pusat yang akan membuka dialog kepada semua pihak yang terkait dengan kepemilikan aset daerah itu di Pusat maupun di daerah.”

Pengurus PWI Sulsel boleh membantu upaya penyelesaian namun komando berada di tangan PWI Pusat. PWI Sulsel hanya melaksanakan kebijakan pusat.

Dirinya berpesan agar wartawan dan pengurus PWI Sulsel tidak perlu bereaksi berlebihan. Jauh lebih baik mengutamakan dialog dengan berbagai pihak.
“Saya pemimpin organisasi tingkat pusat. Semua aset PWI di mana pun di wilayah Indonesia adalah tanggung jawab saya. Tidak usah bereaksi berlebihan. PWI Pusat akan mengupayakan segel kantor PWI Sulses segera dibuka supaya bisa digunakan kawan-kawan wartawan beraktifitas seperti semula.

Lima point keputusan rapat PWI Pusat dengan PWI Sulsel;

1.SK Gubernur 371/1997 yang memberikan hak kepada PWI Sulsel untuk memanfaatkan gedung milik Pemprov di Jl Pettarani 31, Makassar, hingga sekarang masih berlaku. Itu dasar hukum yang menjadi pijakan PWI Pusat.
2.Skema
penyelesaiannya, PWI Pusat akan mengajukan kepada Pemprov Sulsel cq. Kemendagri agar segel segera dibuka dan “trigger” atau pokok masalah yang ada diselesaikan.

Apabila masalahnya terkait dengan penyewaan beberapa ruangan kepada pihak ketiga, maka itu menjadi kewajiban pengurus PWI Sulsel menyetorkan hasil penyewaan ke kas daerah/ negara.
3.Setelah diverifikasi oleh para pihak berapa pun nilainya itulah yang disetorkan ke kas daerah/ negara.
4.Meskipun namanya Kantor PWI Sulsel dan berlokasi di Makassar, namun secara historis dan organisatoris gedung itu milik wartawan anggota PWI seluruh Indonesia.
5.Peristiwa ini bagi PWI Pusat baru pertama kali terjadi dalam sejarah PWI yang berdiri sejak 9 Februari 1946.

Gedung PWI Sulsel yang disegel atau dikorbankan itu adalah “warisan” tokoh-tokoh pers Sulsel yang pernah memperjuangkan keberadaan kantor tersebut.

(IskandarEffendy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.