Aksi 1810 GERAKAN RAKYAT BANTEN SELAMATKAN NELAYAN (GRBSN)

Spread the love
Jurnalline.com, Banten – Pasca terbitnya surat pencabutan moratorium yang diterbitkan kementerian kordinator kemaritiminan pertanggal 5 oktober 2017 telah membuat gaduh isi negara ini.
Pasalnya, ancaman kerusakan lingkungan perairan baik diteluk jakarta tempat proyek Reklamasi berada maupun diwilayah yang perairannya menjadi sasaran ekploitasi pasir laut guna pemenuhan material Reklamasi, termasuk perairan  banten menjadi pemicu kegaduhan tersebut.
Rakyat menjadi gaduh, karena kelestarian laut dan sumber kehidupan rakyat pesisir akan luluh lantak oleh pemaksaan kehendak membangun pulau palsu yang ambigu.

Banten yang memiliki luas perairan 11.134.22km2 dengan garis pantai cukup panjang 509 km dan sampai memiliki 55 pulau-pulau kecil menyimpan sumber daya kelautan yang sangat kaya.
Selama belasan tahun wilayah perairan teluk banten di kecamatan Tirtayasa, Tanara dan Pontang Kabupaten Serang maupun diperairan selat sunda di kecamatan anyer menjadi zona tambang pasir laut yang memberikan luka dan penderitaan pada rakyat nelayan.
Selama belasan tahun nelayan kehilangan mata pencariannya, dan wilayah desa pesisir di kabupaten serang khususnya wilayah Utara menjadi kantong kantong kemiskinan akibat kebijakan yang sama sekali tidak berpihak pada rakyat dan tidak pro lingkungan.

Efek domino dari berlanjutnya proyek Reklamasi teluk jakarta tidak bisa dilepaskan dengan penderitaan rakyat nelayan banten.
Nelayan di banten harus berjuang dalam menyelamatkan periuk nasinya, dan menyelamatkan kelestarian laut serta isinya guna generasi anak cucunya, walaupun harus mempertaruhkan nyawanya berbondong bondong ketengah laut mengusir kapal kapal keruk dengan berbagai cara termasuk menggunakan katepel untuk mengusir kapal yang merampok sumber kehidupan mereka.

Keberadaan kapal kapal keruk pasir sangat mengganggu wilayah tangkapan nelayan, kerusakan biota laut, seperti hancurnya terumbu karang dan padang lamun tempat ikan memijah menjadi alasan kuat bagi nelayan untuk mengusir keberadaan kapal tambang pasir laut.

Hari ini persoalan keresahan masyarakat itu diperburuk oleh komentar sepihak yang tidak pada tempatnya dan tidak memiliki kapasitas untuk mengomentari soal lingkungan hidup dan perijinan amdal.
Hudaya Latuconsina yang menjabat sebagai kepala Bappeda Banten menyakiti masyarakat pesisir Banten dengan pernyataan bahwa Pemprov Banten tidak keberatan pasir lautnya dikeruk untuk Reklamasi.
Tidak sepantasnya dan bukan pada tempatnya apa lagi pernyataan Hudaya Latuconsina itu disampaikan kepada publik melalui media mengatas namakan Pemprov Banten.
Padahal Gubernur Banten sebagai kepala daerah tidak menyatakan apapun pasca terbitnya surat pencabutan moratorium reklamasi oleh kementerian kemaritiman.
Hudaya harusnya diam tidak berkomentar atas sesuatu yang dia tidak memahaminya, terlebih ini soal lingkungan hidup.
Selain berbicara mendahului Gubernur Hudaya juga berbicara soal amdal yang bukan menjadi bidangnya sebagai kepala Bappeda.
Justru seharusnya kepala Dinas Lingkungan Hidup yang berbicara terkait amdal bukan dia.
Karena disetujuinya amdal sebuah kegiatan yang memiliki  dampak terhadap lingkungan hidup harus mendapat persetujuan masyarakat terdampak dalam konteks ini adalah nelayan, sesuai pasal 26 UU No. 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
Apa dasar Hudaya Latuconsina mengatakan Pemprov Banten tidak keberatan pasir laut dikeruk untuk Reklamasi.
Sebagai Gubernur bukan, dan kepala Dinas Lingkungan Hidup bukan, lalu apa kapasitas dia mengatakan itu.
Padahal sejak tahun 2003 ribuan nelayan secara konsisten selalu menolak penambangan pasir laut.
Hudaya harus dicopot dari jabatannya sebagai kepala Bappeda Banten karena tidak bisa menempatkan jabatannya dengan baik membuat kisruh dalam etika kepemerintahan, dengan melangkahi Gubernur dan pernyataannya mengundang konflik ditengah masyarakat karena menyakiti hati rakyat pesisir nelayan di Banten.

(Nur)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.