Lahan Gambut Dijadikan Plasma Nutfah

Spread the love

Jurnalline.com, KAYUAGUNG – Lahan gambut di wilayah Bumi Bende Seguguk, setiap musim kemarau dipastikan akan mengeluarkan asap karena terbakar. Namun, ada juga lahan gambut tidak pernah terbakar dilokasi konservasi plasma nutfah terletak dibelahan Jalan Raya Sepucuk Km 10 Kelurahan Kedaton Kayuagung.

Lahan gambut berkisar 20 hektar yang dikelola Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ilir (OKI) itu, hingga sekarang tidak menyumbangkan asap. “Inilah kawasan yang terbukti tidak terbakar dalam 10 tahun terakhir,” kata Kadin Kehutanan HM Rosidi, Kamis (6/8).

Rosidi mengaku, bangga akan kebun yang ditanami sejumlah tanaman khas rawa gambut itu seperti jelutung, ramin, dan meranti. Wilayah ini pada 2006 pernah terbakar, bersama ratusan ribu hektar gambut lainnya di daerah Sepucuk. “Saat itu, dunia international menyoroti OKI karena kebakaran hebat. Tahun 2006 merupakan tahun kebakaran gambut yang cukup hebat setelah 1998,” kata Rosidi.

Setelah peristiwa tersebut, sebagian lahan gambut yang terbakar, yang kedalamannya mencapai 6 meter, menjadi perkebunan sawit, dan sebagian dibiarkan. Hanya kawasan ini dibuat menjadi kawasan plasma nutfah. “Ternyata, sampai sekarang daerah ini yang tidak pernah terbakar,” ucap Rosidi.

“Ini membuktikan jika kebakaran lahan gambut benar-benar ulah manusia. Buktinya, kawasan yang dijaga dari aktivitas pembakaran tetap terjaga,” katanya.

Dengan bukti tersebut, kata Rosidi, kawasan gambut di OKI yang habis terbakar dan dirambah dapat direhabilitasi. “Memang membutuhkan waktu yang panjang dan biaya besar. Tapi tetap ada peluang,” tutur Rosidi.

Menurutnya, tanaman yang paling dominan di kebun konservasi itu adalah jelutung ini dikarenakan tanaman tersebut ramah terhadap lahan gambut, terutama dalam menjaga airnya. Ini berbeda dengan tanaman lain seperti sawit.

Kedua, tanaman ini menghasilkan, tanpa harus melakukan penebangan pohon, yakni getahnya. “Getah jelutung harganya mahal, sekitar Rp 30 ribu per kilogram,” kata Rosidi.

Ketiga, usia produksi pun tidak jauh berbeda dengan karet yang selama ini ditanam masyarakat di Kabupaten OKI. Sementara karet tidak dapat ditanam di lahan gambut.

Dengan tiga alasan tersebut, Rosidi ingin mengkampanyekan kepada masyarakat untuk melakukan penanaman jelutung di lahannya. Mereka tidak harus membakar, dan mengubah karakter lahan. “Selain itu penghasilannya juga lebih baik, dan menjaga keberadaan lahan gambut,” katanya.

Di sela jelutung, dapat pula ditanam pohonan besar lain, seperti ramin, meranti, atau lainnya. “Di musim kemarau, di sela jelutung dapat ditanami nanas, labu, semangko yang harganya cukup bagus,” ungkap Rosidi.

“Saya percaya jika kebun ini sudah menghasilkan dari getah jelutung, masyarakat yang hidup di lahan gambut akan mengikutinya,” katanya panjang lebar.

Atas keberhasilan kebun konservasi itu, Pemerintah Kabupaten OKI berencana mengembangkan hal yang sama pada lahan gambut dengan kedalaman 1-5 meter di Kecamatan Pedamaran dan Pedamaran Timur seluas 10.000 hektar.

“Rencananya bibit pohon jelutung dari sini yang akan dikembangkan. Selain tanaman khas gambut lain,” jelas Rosidi.

Selain itu kata Rosyidi, kawasan lain yang tidak pernah terbakar selama musim kemarau adalah Hutan Kota Kayuagung. Di atas lahan 20 hektar itu ditanam sekitar 18 pohon khas rawa gambut. Misalnya tembesu, ketapang, trembesi, jabon, pulai, petai, merawan, hingga pohon Kayuagung. “Saat ini lahan yang baru ditanam sekitar 2,5 hektar. Usia rata-rata tanaman 4-5 tahun,” kata Rosidi.

Keberadaan hutan kota ini, kata Rosidi, sebagai upaya pelestarian tanaman yang dulunya ditemukan di Kabupaten OKI. Minimal generasi mendatang tahu mengenai jenis tanaman yang pernah ada di OKI.

Rosidi menjelaskan, saat ini hutan lindung di kabupaten yang luasnya sekitar 19.023,47 kilometer persegi, tersisa 98.115 hektar. Itu pun berada di wilayah pesisir, yakni Hutan Lindung Sungai Lumpur dan Sungai Mesuji. Hutan lindung ini sebagian kecil dari lahan gambut di Kabupaten OKI yang luasnya mencapai 750 ribu hektar. Kawasan yang dulunya hutan sebagian besar sudah menjadi hutan produksi.

“Pembuatan kebun konservasi dan hutan kota adalah pilihan yang harus dilakukan guna menjaga kelestarian tanaman dan satwa di OKI,” katanya.

Selain itu, Rosidi sangat yakin berbagai peristiwa kebakaran lahan gambut yang terjadi di Kabupaten OKI, 90 persen disebabkan manusia. “Manusia yang berkebun, bertani, dan aktivitas lainnya sudah sepatutnya menjaga lahan tersebut,” jelasnya.

(Novi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.